Bustanul Arifin, S.Pd

Role of Parents, Teachers at School Face Children Now (Bustanul Arifin, Guru PJOK SDN 12 Solok Ambah) Mendengar kata "guru" pasti yang terbayang di ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Biografi


Role of Parents, Teachers at School Face Children Now

(Bustanul Arifin, Guru PJOK SDN 12 Solok Ambah)

Mendengar kata "guru" pasti yang terbayang di benak kita adalah seseorang yang mengajar di sebuah sekolah, seseorang yang memberikan pelajaran kepada siswa agar cerdas.

Jadilah umumnya kita menganggap belajar hanya ketika anak sekolah, ilmu di dapat hanya ketika anak berada di sekolah. Bahkan orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua selesai, ketika telah memasukkan anak ke sekolah, memberikan tanggung jawab pendidikan sepenuhnya kepada guru. Walhasil, munculnya beragam masalah anak kekinian seperti tawuran, narkoba, pergaulan bebas dan sejenisnya, serta merta fokus masalahnya pada guru, guru dianggap belum berhasil mendidik murid-muridnya. Lalu, dimana letak peran orang tua dalam pendidikan seorang anak? Apakah hanya guru guru di sekolah yang mempunyai peran terhadap anak? Apalagi anak sekarang, yang popular dikatakan sebagai anak zaman now.

Padahal dengan jelas Rasulullah berkata, bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tuanya. Rasulullah bersabda: "Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana permisalan hewan yang dilahirkan oleh hewan, apakah kalian melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya? (Anaknya lahir dalam keadaan telinganya tidak cacat, namun pemiliknya lah yang kemudian memotong telinganya)." (HR.Imam Bukhari).

Oleh karenanya, kepada para orang tua kita bersyukur atas nikmat dari Allah berupa keturunan. Mari kita genggam amanah ini dengan bersungguh-sungguh menjadi guru (pendidik) terbaik bagi anak-anak kita. Guru zaman now yang terus membimbing anak agar menjadi pribadi beriman, mandiri dan cerdas. Senantiasa memberikan luangan waktu untuk mengamati perkembangan anak, memotivasi dan memberikan ilmu yang mereka butuhkan. Jika pun anak kita bersekolah, maka jadikan guru sebagai "patner" dalam pendidikan anak kita, pihak yang akan membantu mendidik anak kita. Tetap fokus mengambil tanggung jawab penuh dalam pendidikan anak kita.

Bagaimana kita mampu mendidik anak?, itulah mungkin kegelisahan banyak orang tua. Yakinlah ketika Allah titipkan amanah itu kepada orang tua, maka Allah akan memampukan kita. Syaratnya bersungguh-sungguh dalam ikhtiar dan doa. Teruslah belajar, belajar dan belajar dalam proses pendidikan anak. Cari dan pelajari ilmu-ilmu yang mendukung kita untuk mampu menjadi orang tua sejati, orang tua zaman now yang berperan sebagai orang tua sekaligus guru bagi anak-anak kita.

Menjadi “teacher zaman now” dalam mendidik siswa zaman now, guru juga hendaknya menjadi guru zaman now. Namun, jangan salah, guru zaman now di sini, bukanlah guru yang sukanya berdandan-dandan saja, mengikuti trend mode, ataupun guru yang hanya asal masuk kelas saja dan lain sebagainya.

Namun, guru zaman now di sini adalah guru yang mampu menginspirasi siswanya, guru yang mengenali siswanya tidak hanya nama, namun tahu karakter siswanya masing-masing, dan guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa diajarkan ke siswa dan bisa digunakan di masyarakat, dan banyak contoh positif lainnya.

Lalu bagaiman menjadi guru zaman now yang baik? Pertama, kenali potensi siswa. Hal ini sangatlah penting, karena dengan guru mengenali potensi siswa, kesenjangan antara guru dengan siswa bisa diminimalisasi. Sehingga, guru dalam mendidik siswa zaman now, bisa lebih efektif dan lancar.

Kedua, guru harus selalu mengupdate ilmu pengetahuan. Artinya, guru harus selalu belajar untuk lebih baik lagi, guru harus belajar ilmu pengetahuan baru. Selain memberi teladan siswa untuk selalu belajar, guru yang mau belajar mengupdate ilmu pengetahuan, pasti bisa menginspirasi guru lainnya untuk menjadi lebih baik.

Ketiga, guru hendaknya memahami bahwa kecerdasan siswa tidaklah sama. Ada yang cerdas matematis, linguistic, logika, intrapersonal, naturalis dan lain sebagainya. Seperti yang disampaikan DR Howard Gardner seorang tokoh Multiple Intellegience, bahwa kecerdasan manusia itu adalah lingusitik, mathematic logic, visual spasial, musical, kinestetis, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis. (Munif Chatib, 2013:56). Sehingga dengan guru mengetahui beragamnya kecerdasan siswa, guru tentu bisa lebih efektif dalam mendidik siswa zaman now, tidak ada lagi berat sebelah dalam pembelajaran, siswa merasa terpenuhi kebutuhan akan kasih sayang seorang guru, karena guru tahu apa yang siswa mau.

Keempat, guru zaman now mesti bisa berkomunikasi dengan siswa. Artinya, guru bisa berkomunikasi tidak hanya dengan komunikasi verbal, tetapi bisa dengan hati, isyarat, dll. Dengan demikian, jika komunikasi tersebut lancar, siswa pasti bisa menangkap makna atau intisari atau rangkuman yang diinginkan gurunya.

Yang terakhir, untuk menjadi guru zaman now adalah mendidik siswa dengan hati nurani. Artinya, guru haruslah menjadi guru kalbu, guru yang berkarakter dan guru yang mau mendampingi anak-anak menjadi lebih baik lagi.

Akhirnya, perlu keteladanan dan contoh yang baik dari guru, masyarakat dan stakeholder lainnya untuk membentuk siswa zaman now menjadi siswa yang positif, berpikiran maju dan kreatif dan mampu diberi tanggung jawab untuk bisa berperan dalam pembangunan nasional.

Tidak hanya itu, dengan praktik yang baik tersebut, harapannya karakter kids zaman now bisa selalu mengarah ke hal positif dan bisa membudayakan progam penguatan pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Tentu demi Indonesia yang lebih hebat dan lebih berkarakter

Menjadi “teacher dan parent zaman now” adalah suatu tantangan zaman tersendiri. Mendidik generasi sekarang yang memiliki cara pandang kekinian sesuai dengan jiwa zamannya (zeitgeist) adalah suatu ikhtiar yang tak mudah.

Dibutuhkan kemudian perspektif baru yang tak resisten terhadap perubahan, tidak alergi dengan bahasa zaman dan zeigeist tadi. Tetapi tidak juga meminggrikan bahkan mencampakkan nilai-nilai tradisi (lama), yang masih memiliki relevansi dan universalitas nilai keadaban di dalamnya. Demikian adagium klasik Arab, yang sering disampaikan oleh kyai-kyai tradisional kita di pesantren, “Al-Muhaafazhatu ‘alal qadiimis shaalih wal akhdzu bil jadiidil ashlah.” Sehingga para guru dan orang tua zaman i-Generation ini tidak merasa teralienasi, terasingkan hidup di tengah-tengah para “kids zaman now”, yang sesungguhnya sedang berlari cepat melesat bagaikan anak panah. “Mereka adalah anak dari kehidupan”, ucap sastrawan cum filsuf berdarah Libanon-Amerika, Kahlil Gibran (1883-1931) dalam puisinya yang bertajuk “Anakmu Bukan Anakmu.”

Sebenarnya ada atau tidak istilah kids jaman now, guru tetap dituntut untuk mengupgrade diri. Baik secara keilmuan maupun kemampuan. Ilmu itu berkembang dari waktu ke waktu termasuk sarana pembelajaran. Secara usia boleh jauh berbeda, tapi kemampuan harus senada dan seirama. Jangan sampai kecolongan apalagi dianggap gaptek ( gagap teknologi ). Namun demikian, walau berbeda zaman, inti dari pendidikan tetaplah sama, yaitu transfer ilmu dan memperbaiki akhlak/karakter. Hanya sarana dan kondisi saja yang berbeda.

Kemudian cara pandang seorang guru juga harus diperbaiki. Bagaimanapun, anak didik adalah seonggok potensi bukan masalah. Beragam potensi yang dimiliki, harus distimulan dan digali agar berkembang dan bermanfaat.

Pertama, Kerjasama dengan orang tua. Orang tua tetap memiliki peran penting dalam tahap perkembangan anak. Meskipun sudah memasuki usia sekolah dan lebih banyak beraktifitas diluar rumah. Tetapi, pihak sekolah ( dalam hal ini guru ) harus bersinergi dengan orangtua. Contohnya, tentang kepemilikan smartphone pada peserta didik tentunya orangtua lebih mengetahui. Pengawasan orangtua sangat dibutuh dalam hal ini. Pengawasan guru dan orangtua akan lebih ekstra terhadap anak yang sekolah di sekolah umum. Sebab aktifitas dengan gadget tidak dibatasi. Akan berbeda halnya dengan konsep sekolah berbasis pesantren ( boarding school ). Di sekolah dengan konsep boarding school pada umumnya intensitas dengan gadget dan laptop sudah diatur.

Kedua, Menjadi guru nubuwwah. Guru adalah sosok yang ditiru. Usia sekolah ( layaknya anak-anak ) adalah proses meniru dan mencari jati diri. Sikap/tingkah laku guru akan menjadi sorotan. ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’ begitulah sebuah peribahasa mengatakannya. Sehingga seorang guru dituntut bisa memberikan contoh/suri tauladan yang baik. Keteladanan yang baik merujuk kepada Rasulullah SAW. Nabi terakhir sebagai uswatun hasanah sebagaimana tercantum dalam alqur’an surat Al-ahzab ayat 21:

“Sungguh, telah ada pada ( diri ) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ( yaitu ) bagi orang yang mengharap ( rahmat ) Allah dan ( kedatangan ) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”.

Menjadi guru nubuwwah adalah menjadi menjadi guru idaman yang berhati mulia, ikhlas karena Allah, dan mengerahkan semua potensi untuk mendidik generasi rabbani dengan sentuhan nilai – nilai alqur’an dan sunnah sehingga terbentuk jati diri yang islami. Serta menjadi pribadi yang shaleh lagi muslih.

Ketiga, Memfasilitasi pengembangan diri. Aktifitas kids jaman now adalah modal. Rasa ingin tahu yang tinggi atau keinginan bereksperimen perlu diarahkan secara positif. Energi negatif harus dilawan dengan energi positif, salah satunya mengembangkan diri.

Peserta didik memiliki potensi yang berbeda. Sekolah sebagai instansi pendidikan bisa memfasilitasi adanya klub-klub belajar yang tidak formal. Sehingga bukan klub belajar sains saja yang menjadi perhatian. Sebab tidak semua unggul dibidang sains.

Penyaluran bakat dan pengembangan potensi, bisa dibentuk klub belajar seperti klub seni dan fotografi, klub jurnalistik, klub bahasa, klub atletik, dan lain-lain. Contoh sederhananya fenomena kids jaman now yang hobi selfi. Bahkan tidak memandang tempat apakah etis atau tidak, seperti: ditoilet, lokasi kecelakaanpun menjadi latar selfi. Kecenderungan seperti ini bisa diarahkan ke klub belajar fotografi.

Tidak hanya itu, diluar sekolah juga banyak sarana pengembangan potensi diri seperti taman budaya. Disana bisa belajar teater bagi yang suka akting didunia maya. Sekolah melukis, sekolah menulis, dan lain – lain.

Kids jaman now hanya perlu diarahkan agar tidak tergilas arus kecanggihan teknologi. Sehingga smartphone yang tak lepas dari tangan bisa dimanfaatkan dengan baik sebagai sarana belajar dan pengembangan diri.

Mendidik saat ini guru harus melek IT agar transfer ilmu dan penanaman nilai kebaikan ( akhlakul karimah ) sangatlah penting. Tidak hanya itu, kualitas interaksi guru dan murid merupakan sarana memberikan teladan. Guru adalah profesi mulia. Tetaplah berkontribusi mendidik generasi rabbani masa depan. Fenomena yang ada didepan mata adalah tanggungjawab bersama. Sehingga diperlukan sinergi dari semua pihak agar konten yang ditampilkan oleh kids jaman now adalah sesuatu yang positif.

BIOGRAFI PENULIS

Nama : BUSTANUL ARIFIN, S.Pd

Lahir : Pematang Panjang, 27 Desember 1984

Pekerjaan : Guru (PNS) di SDN 12 Solok Ambah, Kec. Sijunjung

Pendidikan : S1 Penjaskes UNP

Agama : Islam

Alamat : Pematang Panjang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung

No. HP : 0813 6478 7474

Nama Ayah : Ahmad Tibi

Nama Ibun : Hafsyah

Nama Istri : Anggi Permata Beni

Jumlah Anak : 2 Orang ( Luthfyanul Dzakwan (L), Zaidannul Faeza (L)

search

New Post